LATAR
BELAKANG UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN
Arti penting
perindustrian terhadap perkembangan perekonomian dapat dilihat dari arah
kebijakan ekonomi yang termaktub dalam GBHN 2002-2004: “Mengembangkan
perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan
membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai
negara maritim dan agraris sesuai kompetensi dan produk unggulan setiap daerah,
terutama pertanian dalam arti luas, kehutanan, kelautan, pertambangan,
pariwisata serta industri kecil dan kerajinan rakyat, serta mengembangkan
kebijakan industri, perdagangan, dan investasi dalam rangka meningkatkan daya
saing global dengan membuka aksesbilitas yang sama terhadap kesempatan kerja
dan berusaha bagi segenap rakyat dan seluruh daerah melalui keunggulan
kompetitif terutama berbasis keunggulan SDA dan SDM dengan menghapus segala
bentuk perlakuan diskriminatif dan hambatan.”
Dalam
Konsideran Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984, dinyatakan bahwa untuk mencapai
sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri
memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan
secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara
aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia,
dan dana yang tersedia.
Berbagai
kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah dalam upayanya mendorong laju
perkembangan perindustrian di Indonesia. Baik kegiatan di bidang penyusunan
regulasi yang diperkirakan dapat mendorong laju perkembangan perindustrian
Indonesia, maupun kebijakan riil melalui pemberdayaan departemen yang terkait.
Sasaran
pembangunan sektor industri yang ditetapkan oleh pemerintah salah satunya ialah
memaksimalkan penggunaan produksi dalam negeri. Upaya Departemen Perindustrian
selaku pengemban tugas pembinaan industri nasional untuk memperluas akses pasar
produk dalam negeri mulai menunjukkan hasil positif. Sejumlah pasar yang selama
ini sulit ditembus produk dalam negeri seperti pada pengadaan barang dan jasa
di sektor industri migas dan pembangunan infrastruktur listrik, kini mulai
terbuka.
Hal ini juga
nanti akan berkaitan dengan penyediaan informasi pasar mengenai peluang pasar
internasional dan hasil-hasil kerjasama industri dan perdagangan kepada dunia
usaha, khususnya usaha kecil menengah. Selain itu, mendorong untuk meningkatkan
penggunaan bahan baku dalam negeri menjadi salah satu upaya pemerintah dalam
meningkatkan produksi dalam negeri.
Di bidang
regulasi, untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional diperlukan perangkat
hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan
industri. Dalam upaya penyusunan regulasi, pemerintah telah menghasilkan suatu
produk hukum yang khusus mengatur hal-hal memiliki sangkut paut dengan
industri, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian.
Persoalan
yang muncul kemudian, apakah perangkat hukum yang dibuat oleh pemerintah
tersebut telah mampu menjawab perkembangan perindustrian dan perekonomian yang
ada pada masa sekarang? Untuk itu perlu dibahas juga soal efektivitas dari
Undang-Undang tentang perindustrian. Tidak menutup kemungkinan pula jika
didapati adanya kelemahan dari Undang-Undang tersebut, untuk dapat dilakukan
perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1984 tersebut.
Undang-undang mengenai perindustrian di atur dalam UU. No. 5
tahun 1984, yang mulai berlaku pada tanggal 29 juni 1984. Undang-undang no.5
tahun 1984 mempunyai sistematika sebagai berikut :
Bab I. ketentuan umum pada pasal I UU. No 1 tahun 1984 menjelaskan mengenai
peristilahan perindustrian dan industi serta yang berkaitan dengan kedua
pengertian pokok tersebut. Dalam
uu no.5 tahun 1984 yang dimaksud dengan :
a. Perindustrian
adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industry
b. Industri
dimana merupakan suatu proses ekonomi yang mengolah bahanmetah, bahan baku dan
bahan setengah jadi menjadi barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi.
c. Kelompok
industri sebagai bagian utama dari perindustrian yang terbagi dalam tiga
kelompok yakni industri kecil, industri madia dan industri besar.
Kemudian pada pasal 2 uu no 5 tahun
1984 mengatur mengenai landasan dari pembangunan industri, dimana landasan
pembangunan industri di Indonesia berlandaskan pada :
a. Demokrasi
ekonomi, dimana sedapat munkin peran serta masyarakat baik dari swasta dan
koprasi jangan sampai memonopoli suatu produk.
b. Kepercayaan pada
diri sendiri, landasan ini dimaksudkan agar masyarakat dapat membangkitkan dan
percaya pada kemampuan diri untuk dalam pembnagunan industri.
c. Manfaat dimana
landasan ini mengacu pada kegiatan industri yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
bagi masyarakat.
d. Kelestarian
lingkungan hidup pada prinsipnya landasan ini mengharapkan adanya keseimbangan
antara sumber daya alam yang ada serta kelestarian lingkungan guna masa depan
generasi muda.
e. Pembangunan bangsa
dimaksudkan dalam pembangunan industri harus berwatak demokrasi ekonomi
Merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf- huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi
dari unsur- unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Pasal 1 Ayat 1)
HAK
MEREK
Merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa (Pasal 1 Undang-undang Merek).
o Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang
yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
o Merek jasa yaitu merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
o Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang
atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa
orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau
jasa sejenis lainnya.
Hak atas merek
adalah hak khusus yang diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar
dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu, menggunakan sendiri merek
tersebut atau memberi izin kepada seseorang atau beberapa orang secara
bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakannya.
Untuk mendapatkan
hak atas merek harus mendaftarkan mereknya pada Direktorat Jenderal HAKI,
Departemen Kehakiman. Proteksi terhadap merek yang telah didaftarkan tidak
dibatasi masa berlakunya.
Undang-Undang
yang mengatur Merek:
o UU Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara
RI Tahun 1992 Nomor 81)
o UU Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 19
Tahun 1992 tentang Merek (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 31)
o UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek (Lembaran Negara
RI Tahun 2001 Nomor 110)
KONVENSI
INTERNASIONAL TENTANG HAK CIPTA
Perlindungan hak cipta
secara domestik saja tidaklah cukup dan kurang membawa arti atau manfaat bagi
menumbuhkan kreativitas para pencipta. Karena suatu upaya untuk mendorong
kemajuan dibidang karya cipta ini tentu sangat berarti jika perlindungan itu
dijamin disetiap saat dan tempat, sehingga kepastian hukum yang diharapkan itu
benar-benar diperoleh. Perlindungan hak cipta secara internasional.
Perlindungan hak cipta secara internasional terdiri dari 2 konvensi yaitu
Berner Convention dan Universal Copyright Convention.
Berner Convention
Konvensi bern yang
mengatur tentang perlindungan karya-karya literer (karya tulis) dan artistic,
ditandatangani di Bern pada tanggal 9 Septemver 1986, dan telah beberapa kali
mengalami revisi serta pentempurnaan-pentempurnaan. Revisi pertama dilakukan di
Paris pada tanggal 4 Mei 1896, revisi berikutnya di Berlin pada tanggal 13
November 1908. Kemudian disempurnakan lagi di Bern pada tanggal 24 Maret 1914.
Selanjutnya secara bebturut-turut direvisi di Roma tanggal 2 juni 1928 dan di
Brussels pada tanggal 26 Juni 1948, di Stockholm pada tanggal 14 Juni 1967 dan
yang paling baru di Paris pada tanggal 24 Juni 1971. Anggota konvensi ini
berjumlah 45 Negara. Rumusan hak cipta menutut konvensi Bern adalah sama
seperti apa yang dirimuskan oleh Auteurswet 1912.
Objek perlindungan hak
cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi
segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk
pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah
mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau
pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah
ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan
adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam
konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa
yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika
digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya
sendiri.
Pengecualian diberikan
kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap
negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara
yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi
kepentingan ekonomi, social, atau cultural.
Universal Copyright Convention
Universal Copyright Convention mulai
berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari
orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat
dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak
mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan
demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini
kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan
batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan
diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan.
Konvensi bern menganut
dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si
pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak
monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk
mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli
yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan
kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta
ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada
pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu
dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar