Menurut Narver
dan Slater (1990); Han et al. (1998); Noble et al. (2002); Zhou et al.
(2005) mengemukakan bahwa konsep dari orientasi pasar terdiri dari: orientasi
pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antarfungsi. Konsep-konsep ini
menggambarkan suatu evolusi strategi pemasaran dengan memfokuskan perhatiannya
bukan hanya pada satu sisi orientasi saja tetapi selalu menyeimbangkan antara
orientasi pelanggan dan orientasi pesaing. Dua konsep ini
diperlukan untuk menciptakan kepuasan pelanggan dan memperoleh kinerja
perusahaan yang lebih baik (Kotler dan Armstrong, 2004).
Studi Narver dan
Slater (1990), menyatakan bahwa orientasi pelanggan, orientasi pesaing,
dan koordinasi antarfungsi mempunyai tingkat kepentingan (derajad urgensi) yang
sama. Oleh karena itu, konsepsi orientasi pasar dapat digambarkan dalam sebuah
segitiga sama sisi (equilateral triangle) yang menunjukkan bahwa kinerja
perusahaan (profitability and long-term focus) dapat dihasilkan melalui
perumusan berikut:
Pemahaman yang
cukup terhadap pembeli sasaran
2. Competitor
orientation
Seorang penjual
harus memahami kekuatan dan kelemahan saat ini maupun kapabilitas dan strategi
jangka panjang pesaing-pesaing yang ada serta pesaing-pesaing potensial.
3. Inter-functional
coordination
Utilisasi sumber
daya perusahaan yang terkoordinasi melalui semua bagian yang ada di dalam
organisasi untuk menciptakan “superior value” bagi pelanggan sasaran.
Studi Pelham dan
Wilson (1996) terkait dengan orientasi pasar pada perusahaan-perusahaan kecil
membuktikan adanya pengaruh yang kuat dan konsisten dari orientasi pasar atas
berbagai indikator kinerja perusahaan kecil. Mereka mengemukakan argumentasi
bahwa dalam lingkungan dengan tingkat kompetisi yang tinggi, sebagian
perusahaan kecil akan merespon persaingan dengan memberi perhatian yang tinggi
pada berbagai kegiatan dan perilaku yang market-oriented. Sementara itu, di
pihak lain perusahaan lain melakukan respon melalui pengendalian biaya dan
potongan harga. Hal yang menarik dalam studi ini bahwa perusahaan-perusahaan
yang merespon tekanan persaingan harga melalui strategi biaya rendah, berhasil
meningkatkan sharenya dalam jangka pendek, tetapi tidak berpengaruh pada
profitabilitas dan kinerja porsi pasar (market-share) dalam jangka panjang.
Pengelolaan
pemasaran perusahaan yang dikembangkan oleh para manajer adalah asumsi
sensitivitas terhadap pesaing, baik pesaing yang aktual maupun pesaing
potensialnya. Perusahaan akan bertindak secara rasional dengan mengembangkan
strategi kompetisi dalam menghadapi pesaingnya. Cara terbaik untuk menghasilkan
kinerja perusahaan dalam pasar yang kompetitif adalah dengan memusatkan
perhatian bukan pada pesaing tetapi pada pelanggannya. Rasionalitas ekonomis
akan memandu manajemen perusahaan untuk bersikap rasional, yakni daripada
meniru dan mengadaptasi strategi pesaing lebih baik memilih memusatkan upaya
guna mengikat pelanggan potensial dengan mengembangkan strategi yang didasarkan
pada customer-oriented.
Evolusi strategi
pemasaran dapat dipandang sebagai filosofi persaingan yang secara kuat
memengaruhi suatu aktivitas pemasaran organisasi. Menurut Lamb et al. (2001)
filosofi persaingan dapat dikembangkan melalui empat tahap evolusi orientasi:
1. Orientasi
produksi
Suatu filosofi yang berfokus pada kemampuan internal
perusahaan yang melebihi dari keinginan dan kebutuhan pasar. Orientasi produksi
menjadi keliru karena tidak mempertimbangkan apakah produk dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan merupakan produk yang paling efisien serta cocok
dengan kebutuhan pasar, sementara itu konsumen menjadi target pasar yang akan
dilayaninya.
2. Orientasi
penjualan
Didasarkan pada suatu filosofi bahwa orang membeli
barang atau jasa. Perusahaan menggunakan teknik penjualan yang agresif dan
penjualan yang tinggi akan mendatangkan keuntungan yang tinggi pula. Orientasi
penjualan menjadi tidak tepat, karena tidak mempertimbangkan kualitas tenaga
penjualnya, sangat sulit meyakinkan orang untuk membeli produknya, seringkali
produk yang mereka tawarkan tidak sesuai dengan harapan dan keinginnan
konsumennya.
3. Orientasi
pasar
Didasarkan pada suatu filosofi bahwa suatu penjualan
tidak tergantung pada penjualan yang agresif, tetapi lebih pada keputusan
konsumen untuk membeli produk. Orientasi pasar lebih diarahkan untuk memahami
pesaing, fokus pada konsumen, koordinasi antarfungsi dalam rangka memberikan
nilai yang terbaik.
4. Orientasi
sosial
Didasarkan pada filosofi bahwa suatu organisasi itu
ada, tidak hanya untuk memuaskan kebutuhan yang diinginkan konsumen dan
memenuhi tujuan organisasi, tetapi juga untuk melindungi kepentingan yang
terbaik atas indivindu dan masyarakat dalam jangka panjang.
Lamb et al.
(2001) juga mengemukakan bahwa orientasi pasar sebagai suatu konsep pemasaran
meliputi tiga hal:
Fokus pada
kemauan dan keinginan konsumen, sehingga organisasi dapat membedakan produknya
dengan produk yang ditawarkan oleh pesaing.
Mengintegrasikan
seluruh aktivitas organisasi termasuk di dalamnya produksi untuk memuaskan
kebutuhan konsumen.
Pencapaian
tujuan jangka panjang organisasi dengan memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen secara hukum, serta bertanggung jawab atas semua kebijakan tentang
konsumennya.
Jaworski dan
Kohli (1997) mengemukakan bahwa konsep orientasi pasar pada dasarnya meliputi
tiga elemen, yaitu intelejen pasar untuk menghasilkan berbagai macam informasi
pasar yang sesuai; diseminasi informasi diarahkan kepada seluruh bagian dalam
perusahaan untuk memperoleh sinergi strategi; serta respon atas intelijen pasar
yang datang dari semua bagian dalam bentuk strategi pemasaran yang sesuai
dengan lingkungan pasar yang ada. Pemikiran ini tidak hanya untuk memahami
secara mendalam mengenai pelanggan, tetapi juga memahami secara mendalam
mengenai pesaingnya.
Ditinjau dari
strategi pemasaran, konsep orientasi pasar tersebut meliputi: kebutuhan
konsumen, informasi aktivitas pesaing, koordinasi antarfungsi. Konsep tersebut
mencerminkan aktivitas pemasaran untuk menciptakan nilai pelanggan (customer
value) dan kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Informasi mengenai
pesaing menjadi bagian yang tidak dapat diabaikan, mengingat munculnya
alterantif-alternatif pilihan produk yang tersedia di pasar merupakan hasil
implementasi berbagai strategi yang dilakukan oleh pesaing kita. Perusahaan
harus meyakinkan bahwa strategi yang sedang dikembangkan tidak boleh didahului
oleh pesaing yang menghadirkan cara-cara baru dan lebih baik dalam menyediakan
kebutuhan dan keinginan para konsumennya (Lukas dan Ferrel, 2000; McCarthty dan
Parreault,1996; dan Zhou et al, 2005).
Menurut
Sudirman (2003) terdapat beberapa kelemahan orientasi pasar untuk
pencapaian tujuan organisasi melalui penyajian nilai unggul bagi
pelanggan dan penciptaan keunggulan berdaya saing berkelanjutan.
Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain:
·
Pelanggan tidak
selalu menyadari kebutuhannya, terutama kebutuhan di waktu yang akan datang
sehingga perusahaan perlu mengarahkannya sebelum perusahaan lain melakukannya.
Gibson, et al, (1997) dalam studinya menyatakan bahwa perusahaan yang akan
menjadi pemenang adalah mereka yang berada di depan kurva perubahan.
· Meskipun
kebutuhan tersebut dapat diidentifikasi oleh pelanggan, mereka sendiri tidak
mampu menentukan cara terbaik untuk memenuhinya (Gabel, 1995).
Dua kondisi
tersebut mengimplikasikan bahwa orientasi pelanggan tidak akan menghasilkan
suatu inovasi yang mampu membedakan suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya,
sehingga mengurangi keunggulan bersaing berkelanjutan.
· Pandangan
tersebut diperkuat oleh Hammel dan Prahalad (1994) yang menganggap pelanggan
sebagai orang yang kurang wawasan. Oleh karena itu, orientasi pelanggan
merupakan tirani bagi konsep orientasi pasar.
Berdasarkan
beberapa pertimbangan tersebut, Sudirman (2003) mengajukan pembelajaran
pelanggan sebagai komponen suplemen terhadap konsep orientasi pasar agar mampu
menghasilkan efek sinergis yang menjadikan operasionalisasi konsep tersebut
lebih efektif. Penambahan komponen pembelajaran pelanggan sebagai suplemen
konsep orientasi pasar terinspirasi dari dan sekaligus merupakan hasil sintesa
dari dua pendekatan terhadap orientasi pasar, yaitu market driven dan driving
market, teori pembelajaran, dan persepsi sebagai penggerak perilaku. Namun
demikian, konteks driving market yang dimaksudkan penulis berbeda dengan
konteks dari Jaworski, et al, (2000) yang merupakan para inisiator kedua
pendekatan tersebut. Pendekatan driving market yang dimaksudkan Jaworski, et al,
(2000) adalah upaya merestrukturisasi pasar dengan tujuan meningkatkan posisi
persaingan perusahaan.
Walaupun sudah
menguasai soal orientasi pemasaran, kegagalan dalam memilih peluang bisnis baru
akan sulit untuk dihindari jika tidak memperhatikan beberapa hal. Berikut adalah
hal-hal yang biasanya menyebabkan gagalnya seorang wirausaha dalam menjalankan
usahanya:
·
Kurangnya
pemahaman usaha seperti strategi, manajerial, apa visi dan misi perusahaan
·
Kurangnya
kehandalan pengelolaan administrasi dan keuangan
·
Kurangnya
pemahan dalam pengadaan dan pemeliharaan bahan baku serta sarana
·
Gagal
dalam perencanaan
·
Tempat
usaha dan lokasi kurang memadai
·
Kurangnya
pemahaman akan perubahan teknologi
·
Kurangnya
kehandalan SDM yang berwawasan wirausaha
·
Keuntungan
yang tidak mencukupi
·
Produk
yang tidak menjual
·
Tidak
adanya produk baru
·
Meluncurkan
produk di waktu yang kurang tepat
·
Terlalu
cepat mengemangkan skala usaha
·
Kurangnya
kedekatan dengan pasar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar